Kamis, 04 November 2010

Surat dari Sr Benedicte CB untukku, keluargaku dan SURAT CINTA BUAT GEMBALA

Yogyakarta, 29 Oktober 2010

Rini dan Mas Giri yang baik,

Banyak terimakasih atas SURAT CINTA buat GEMBALA.
Maafkan aku, bahwa baru sekarang menulis padamu. Keterbatasan
“melihat/membaca” membuatku mampu membaca 1 tulisan setiap hari.
Setelah membaca lebih dari separuh buku ini, ternyata ada
3 TULISANMU.
ROMO MANGUN KAU CINTAKU
ROMO PERTAMA DALAM KENANGAN
MENERIMA IMAM APA ADANYA

Ketiga tulisanmu, bukan saja bafus, tetapi juga “DALAM”,
Rin, kamu memang dianugerahi Tuhan dengan banyak talenta.
Aku juga yakin, bahwa anak-anak kalian dianugerahi Tuhan de-
ngan banyak talenta, yang diterima mereka leawt kamu dan lewat
Mas Giri.

Lebih-lebih sewaktu membaca ROMO PERTAMA DALAM KENANGAN, ter-
bayang dan teringat Rini. Kini aku semakin mengenal Rini.
Teringat juga Mas Giri yang dengan setia, jujur, sabar dan sopan
Menunggumu di parkitran setiap kali mau menjemputmu. Teringat
Juga, waktu aku mendapat kesempatan hadir dalam perayaan Eka-
risti dan dalam penerimaan Sakramen Pernikahan kalian di Bo-
yolali. Benar, letak Gereja dan rumah kalian tinggi sekali.
Rini dan Mas Giri, aku senang, keluarga kalian adalah keluarga
yang bahagia. Semoga keluarga kalian boleh menjadi saluran
berkat Tuhan untuk lingkungan dimana kalian tinggal.

Didiklah anak-anak dengan baik. Semoga mereka tumbuh dan berkem-
bang seperti bapak=ibunya.

Banyak salam untuk kalian sekeluarga dan
berkat Tuhan,


(tanda tangan Sr. Benedicte, CB)

Selasa, 02 November 2010

Naskah Drama Natal (Kisah Kelahiran Yesus)

NASKAH DRAMA NATAL
ANTONIUS TIGA 2008
Oleh Rini Giri
Yang akan dieksekusi oleh Tim Pembina BIA Antonius 3 Santa Klara Bekasi


ADEGAN I
Narator 1 :
Inilah kisah kelahiran Yesus Kristus menurut Injil. (Maria naik ke panggung dan duduk berlutut di tengah, tangannya mengatup)
Kala itu bangsa Yahudi sedang dijajah oleh bangsa Romawi. Orang-orang Yahudi percaya bahwa Allah akan memberikan seorang penolong yang disebut Mesias. Mesias inilah yang nantinya akan membebaskan mereka dari penjajahan. Tapi, tidak banyak yang tahu bahwa Mesias itu akan lahir dari seorang gadis sederhana bernama Maria.

(Malaikat Gabriel naik panggung, mengitari Maria sekali, lalu berdiri di samping maria seolah bicara padanya)

Narator 2 :
Pada bulan yang keenam, Maria dikunjungi oleh seorang malaikat bernama Gabriel. Kata Gabriel, “Salam untukmu, Maria.” Maria sangat terkejut dan takut. “Jangan takut, Maria,” kata Gabriel. “Ketahuilah, Allah telah memilihmu. Engkau akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki. Hendaklah engkau menamai dia Yesus. Dialah yang akan menjadi Mesias.”

Narator 1 :
Maria bingung karena ia belum menikah. Bagaimana mungkin orang yang belum menikah akan melahirkan anak? Tetapi Maria sangat percaya kepada Allah. Maka ia menjawab,”Kalau Allah menghendakinya, aku bersedia.” Setelah itu malaikat Gabriel pun pergi. (Gabriel pergi)

Pemimpin lagu :
Marilah kita nyanyikan lagu Dengarkanlah Maria Puji Syukur 632

Dengarkanlah Maria, terima salamku
Dengan pujian syukur serta nyanyianku
Terpilihlah engkau
Terpanggilah engkau
Menjadi bunda Yesus, Sang juru slamatku (maria turun panggung)


ADEGAN II
Narator 2 : (Yusuf naik panggung dengan cara jalan yang santun, berdiri di tengah)
Di kota Nazaret ada seorang tukang kayu bernama Yusuf. Ia berasal dari keturunan Raja Daud. Yusuf seorang laki-laki yang jujur, baik, dan tulus hatinya. Ia mencintai Maria dan Mariapun mencintainya. Namun, pada suatu ketika Yusuf mengetahui bahwa Maria mengandung. Yusuf menjadi ragu-ragu dan bimbang. (Yusuf lalu tidur)

Narator 1 : (Gabriel datang mengelilingi Yusuf sekali lalu berdiri di samping Yusuf seolah bicara padanya)
Pada suatu malam, ketika sedang tidur, Yusuf bermimpi didatangi seorang malaikat. Dalam mimpi itu sang malaikat berkata,”Yusuf, janganlah kamu ragu-ragu dan bimbang. Ambilah Maria sebagai istrimu. Ia sedang mengandung atas kehendak Allah. Ia akan melahirkan seorang bayi laki-laki. Berilah dia nama Yesus. Ia akan menyelamatkan manusia dari dosa.” (Malaikat pergi)

Narator 2 :
Setelah itu, Yusuf tidak ragu-ragu lagi. Ia segera melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah melalui malaikat-Nya itu.

Pemimpin lagu :
Marilah kita nyanyikan lagu Santo Yusuf Yang Menjaga Puji Syukur 644

Santo Yusuf yang menjaga keluarga Nazaret
Kau menjaga bunda kudus, juga Yesus penebus (Yusuf turun panggung)
Sudilah doakan kami pada Yesus, anakmu
Dan lindungilah selalu kami sekeluarga


ADEGAN III
Narator 1 : (Yusuf dan maria naik panggung berjalan keliling 2 kali)
Pada suatu hari, Yusuf membawa Maria pergi ke Betlehem. Sebab Kaisar Agustus penguasa kerajaan Romawi mengadakan sensus penduduk. Ia memerintahkan orang Yahudi mendaftarkan diri di kota asal masing-masing. Yusuf berasal dari Betlehem, maka ia harus kembali ke kota itu bersama istrinya.

Narator 2 : (Yusuf dan maria duduk berlutut, di tengah panggung ada palungan dan bayi Yesus)
Sesampai di Betlehem, Maria akan melahirkan. Yusuf segera mencari tempat untuk menginap. Sayang sekali, tidak ada tempat penginapan bagi Yusuf dan Maria. Untunglah ada seseorang yang menawarkan tempat pada mereka. Namun, tempat itu bukan sebuah kamar melainkan sebuah kandang ternak.

Narator 1 : (maria mengambil bayi Yesus dan menggendongnya)
Malam itu, terdengar jeritan tangis seorang bayi. Maria telah melahirkan. Betapa gembiranya Yusuf dan Maria menyambut anak mereka. Yusufpun memberi bayi itu sebuah nama yang bagus, yaitu Yesus. Ya, Yesus telah lahir. Tubuhnya yang mungil dibalut kain lampin dan diletakkan di palungan supaya tetap hangat. Malam itu adalah malam kebahagiaan.

Pemimpin lagu:
Marilah kita nyanyikan lagu Malam Kudus Puji Syukur 452

Malam kudus, sunyi senyap
Dunia terlelap
Hanya dua berjaga terus
Ayah bunda mesra dan kudus (Yusuf dan Maria turun)
Anak tidur tenang
Anak tidur tenang


ADEGAN IV
Narator 2 : (Para gembala naik panggung berjalan keliling satu kali lalu duduk) Di tengah kegelapan malam ada sekelompok gembala di padag. Mereka menjaga kawanan domba agar tidak dicuri orang. (Gabriel naik bersama bala tentara surga) Ketika malam kian larut, seorang malaikat berdiri di tengah-tengah mereka. Para gembala itupun ketakutan. Kata malaikat itu,”Jangan takut, hai gembala! Ada berita gembira. Sang penyelamat dunia telah lahir malam ini. Carilah dan temui Dia yang terbungkus kain lampin dalam sebuah palungan.”

Narator 1 :
Setelah itu tampaklah sepasukan malaikat menyanyikan puji-pujian bagi Allah,”Kemuliaan bagi Allah di surga, Damai bagi orang yang berkenan kepada-Nya.” Nyanyian mereka terdengar sangat indah dan merdu. Para gembala takjub. Mereka berlutut dan memuji Allah. Lalu mereka segera berangkat menuju Betlehem.

Pemimpin lagu:
Marilah kita nyanyikan lagu Hai Dengarkan kau Gembala Puji Syukur 454


Hai dengarkan kau gembala, kabar indah bagimu
Datanglah menuju gua dan menghadap Tuhanmu (Gembala dan Gabriel turun)
Damai, damai, damailah senantiasa
Bagi umat pilihan


ADEGAN V
Narator 2 : (Keluarga Kudus naik ke tengah panggung berlutut, gembala datang mengelilingi satu kali lalu duduk bersimpuh dekat keluarga kudus memberi hormat)
Sampailah para gembala di kandang yang berbentuk gua. Di sana mereka melihat bayi mungil sedang tidur lelap di palungan. Itu adalah bayi Yesus. Di samping-Nya ada kedua orang tuanya. Para gembala itu segera berdoa dan mengucap syukur kepada Allah.

Narator 1: (gabriel membawa bintang besar diikuti bala tentara surga naik panggung, kelilingi keluarga kudus dan gembala sekali lalu berdiri di belakang keluarga kudus)
Pada waktu Yesus lahir, ada sebuah bintang yang bersinar terang. Cahaya bintang itu sampai ke Persia yang letaknya jauh di sebelah timur Betlehem. (Tiga majus naik ke panggung mengelilingi yang ada di panggung sekali lalu berlutut menyembah bayi Yesus di sebelah kanan keluarga kudus dan menyampaikan persembahan) Tiga orang sarjana yang pandai dan bijaksana melihat bintang itu. Mereka adalah orang-orang majus. Pergilah mereka mengikuti arah bintang itu sebab mereka percaya bahwa bintang itu merupakan tanda kelahiran seorang raja.

Narator 2 :
Setelah menemui Raja Herodes yang berkuasa atas bangsa Israel di Yesrusalem, mereka pergi ke Betlehem mengikuti arah bintang itu. Waktu itu Herodes ingin sekali membunuh bayi Yesus. Dia takut Yesus akan menjadi raja bangsa Yahudi yang dapat meruntuhkan kekuasaannya. Tapi Allah selalu melindungi bayi Yesus sehingga luput dari niat jahat Herodes.

Narator 1 :
Di Betlehem, ketiga orang majus itu bertemu bayi Yesus. Sambil berlutut, mereka mempersembahkan hadiah untuk bayi Yesus. Orang pertama memberikan emas yang indah. Yang kedua memberikan wewangian. Dan yang ketiga memberikan dupa yang harum. Mereka sangat bahagia karena bias berjumpa dengan bayi Yesus.

Pemimpin lagu :
Marilah kita menyanyikan lagu Gita Surga Bergema Puji Syukur 457

Gita Surga bergema, Lahir Raja mulia
Damai dan sejahtera, Turun dalam dunia
Bangsa-bangsa bangkitlah
Permaklumkan segera
Kabar baik cemerlang
Lahir Kristus sang terang
Gita Surga bergema
Lahir Raja mulia

Narator 2 :
Demikianlah Kisah Kelahiran Yesus Kristus yang telah dipersembahkan anak-anak Antonius Tiga. Semoga damai dan terang natal selalu bersama kita semua. Terimakasih. (Semua pemain berdiri, hormat pada penonton)

Catatan :
1. Disusun oleh Rini Giri dan dilatihkan oleh Tim Sekolah Minggu Antonius 3
bersumber dari Alkitab Untuk Anak-anak terbitan kanisius.
2. Akan dimainkan anak-anak BIA Antonius 3 pada perayaan natal lingkungan 9
Januari 2010.
3. Penyanyi dalam paduan suara adalah umat
4. Pemain : narator 2 orang, pemimpin lagu 1 orang, Maria, Yusuf, malaikat
Gabriel, bala tentara surga 5-10 anak, gembala 4 anak, orang majus 3 anak
5. Boleh dipakai untuk naskah pementasan drama di lingkungan manapun. Boleh
digunakan untuk tujuan pewartaan.

Salam damai dalam kasih Tuhan

Rini Giri dan Tim Pembiana BIA Antonius 3 Santa Klara Bekasi Utara

Kamis, 14 Oktober 2010

RESENSI BUKU SURAT CINTA BUAT GEMBALA di Majalah HIDUP 3 Okt 2010

Category: Books
Genre: Religion & Spirituality
Author: POLAR
Menjadi imam berarti siap menjadi publik figur. Figur yang segala tutur kata dan polah tingkahnya menjadi perhatian umat yang digembalakannya. Menjadi imam juga harus siap mendapat pujian, tapi juga harus siap menerima kritikan, celaan, bahkan caci maki dari para dombanya. Jika imam membuat prestasi, ia akan disanjung. Tapi,bila imam dekat dengan seorang perempuan, gosip-gosip miring pun mengikutinya. Kadang kata-kata dan perbuatan seorang imam membuat sejuk di hati. Namun tak jarang, kata-kata dan perbuatan seorang imam justru membuat marah domba-dombanya. Ini sangat manusiawi, karena imam juga manusia.

Buku Surat Cinta Buat Gembala ini mengungkapkan beragam pengalaman penulis dengan imamnya. Tak hanya pengalaman dalam pelayanan pastoral, tapi juga pengalaman jatuh cinta pada sosok imam. Ada bangga, suka, kagum, cinta, marah, dan jengkel saat berelasi dengan imam. Ini pengalaman nyata dan sangat manusiawi. Aneka kisah itu pun diungkapkan dengan beragam cara, disajikan dengan berbagai rasa, dan menjelma dalam tulisan-tulisan di buku ini.

Buku bersampul kotak surat ini memuat 22 pengalaman berelasi dengan sosok imam. Buku ini ditulis oleh POLAR yang merupakan singkatan dari nama-nama penulisnya. Lantaran ditulis oleh beberapa orang, buku ini menyajikan beragam gaya tulisan sesuai dengan karakter penulisnya. Buku ini juga memuat dua lagu dan doa dari domba untuk para gembala.

Uskup Bandung Mgr Johannes Pujasumarta Pr, memberikan kata pengantar buku ini
"... para imam telah dikuduskan bagi Allah, namun tetap manusia juga dengan segala kelemahan dan kekurangannya," tulis Mgr Pujasumarta. Menurutnya, buku ini dapat menjadi bahan permenungan mengenai Kristus yang diimani, dihayati, dan Gereja yang dicintai. "Surat cinta ini kita tulis untuk memncintai para imam, gembala-gembala yang diberikan oleh Allah kepada umat-Nya. Surat cinta ini juga membuka hati kita untuk berdoa bagi para imam," lanjut Mgr Pujasumarta.

Kisah gembala dan domba memang tak pernah habis. Tentu masih banyak kisah dan pengalaman yang belum dituliis. Tapi, buku ini telah mengundang kita untuk selalu mendoakan para gembala agar tetap setia pada jalan panggilannya.


Resensi buku "Surat Cinta buat Gembala" yang ditulis Y. Prayogo ini dapat dijumpai di Majalah HIDUP edisi terbaru
yang terbit pada tanggal 3 Oktober 2010.

Tags: gembala, polar
Prev: Surat Cinta Buat Gembala (R1)

Rabu, 15 September 2010

APAKAH YESUS GEMBALA YANG LEBAI?

YESUS GEMBALA YANG LEBAI?
Oleh ini Giri

Apa tidak berlebihan jika satu domba kecil saja hilang, lantas sang gembala akan meninggalkan sembilanpuluh sembilan lainnya untuk mencari yang satu dan tak berguna itu? Sungguh kurang kerjaan si gembala ini.
Bukankah seharusnya dia tak perlu menempuh bahaya naik turun bukit dan jurang hanya untuk menemukan seekor domba yang lemah? Kalau dia domba yang kuat, sehat dan lincah, pastilah tidak akan tertinggal oleh kawanannya sampai-sampai tersesat.
Domba yang tersesat pastilah domba yang bandel dan kurang mau mendengar baik aba-aba dari sang gembala maupun embikan domba-domba lainnya. Pasti dia sangat nakal dan badung, sampai-sampai dia nekat menjauh terlalu lama dari kawanan sampai-sampai tidak tahu kalau kawanannya sudah lama berlalu dari tempat semula mereka berkumpul. Sungguh keterlaluan domba semacam itu! Buat apa dicari? Apa untungnya?
Bukankah sebaiknya sang gembala tetap saja tinggal di kandang menunggui domba-domba lain yang jauh lebih loyal padanya? Domba-domba ini toh kelak juga akan beranak pinak dan jumlahnya bisa lebih banyak lagi dari semula. Sehingga domba kecil yang hilang itu sudah tak ada artinya lagi! Lupakan saja! Dia pantas dilupakan karena ulahnya sendiri.
Tapi nyatanya si gembala lebih memilih mengambil resiko untuk meninggalkan kawanan untuk menemukan kembali domba yang hilang itu. Dia tahu konsekuensi bakal dipecat dari pekerjaannya karena telah lalai meninggalkan sejumlah besar domba yang mahal harganya itu.
Dia tahu bakalan kena marah majikan karena telah membahayakan kumpulan domba yang siap dipanen bulu, susu, daging, dan kulitnya itu. Bukankah pencuri bisa saja masuk ke kandang dan melarikan domba-domba itu ketika tanpa ada penjagaan? Bener-bener sudah nggak nalar si gembala ini. Dia bisa kehilangan mata pencaharian dan nafkahnya hanya demi mencari seekor domba kecil yang nggak jelas!
Tapi rupanya si gembala sudah punya perhitungan tersendiri. Sembilan puluh sembilan domba yang ditinggalkannya di kandang itu adalah domba-domba pilihan yang setia. Mereka tahu membedakan mana suara gembala dan mana suara orang lain, sehingga tak mungkin domba-domba itu menurut saja ketika akan digiring pencuri. Gembala juga sudah memastikan bahwa pintu kandang terkunci rapat ketika dia pergi. Hanya melalui dia sajalah domba-domba itu bisa keluar masuk. Jadi, menurut perhitungannya kondisi kandang seratus persen aman.
Maka diapun akan menempuh perjalanan yang tidak mudah untuk mencari si domba yang tersesat. Naik turun bukit dan lembah pun akan dia lakukan asalkan dombanya bisa ditemukan kembali. Semua celah bukit diperiksa, semua lekuk jurang diintai, semua lobang goa digeledah, dan semua semak belukar disibakkan. Demi si domba kecil. Dengan sekuat tenaga dia berteriak memanggil si domba karena dia berharap domba itu masih mengenali suaranya.
Ketika didengarnya suara embikan lemah seekor domba, diapun buru-buru berlari menuju sumber suara. Mengangkat domba kecil itu, mengelusnya dengan kasih, dan dengan sukacita memanggulnya untuk dibawa pulang. Betapa girang hati sang gembala. Ternyata dombanya bisa ditemukan dalam keadaan selamat. Coba kalau dia terlambat, bukankah harimau dan serigala selalu siap memangsanya?
Terkadang ajaran Yesus tentang domba yang hilang ini memang tampak berlebihan. Tapi memang itulah yang dikehendaki-Nya. Untuk apa terus mengelus-elus orang-orang yang sehat jasmani dan rohani serta sudah memiliki kematangan iman? Bukankah yang butuh obat itu orang sakit bukan orang sehat? Mereka yang terlupakan dan jauh dari persekutan lah yang Dia ingin kita dekati dan ajak untuk kembali pada-Nya.
Apriori selalu terselip di hati, domba hilang itu kan tersesat karena ulahnya sendiri, karena kemalasannya sendiri, karena kelakuannya sendiri. Jadi ya harus tanggung resiko sendiri. Tapi rupanya Yesus tidak menginginkah hal seperti itu menjangkiti pengikut-Nya. Dia justru ingin umat-Nya mau merendahkan hati untuk menggandeng mereka yang selama ini menjauh dari komunitas kudus karena berbagai alasan. Yesus tak ingin umat-Nya selalu diselipi apriori dan sikap menghakimi orang lain. Yesus ingin umat-Nya menjadi gembala yang baik, yang mau mengorbankan kepentingan dirinya demi menemukan kembali saudaranya yang hilang. Sebab Dia bersabda bahwa seluruh isi surga akan bersukacita ketika satu saja umat-Nya di dunia ini mau bertobat.
Sudahkah aku mau merangkul saudaraku yang menjauh? Sudahkah aku bersedia menggandeng kembali saudaraku yang tersisihkan? Sudahkah aku mau menerima kembali saudaraku yang meminta maaf dan ingin bertobat? Sungguh, ajaran Yesus terdengar amat lebai dan sangat berat untuk diterapkan. Ajaran-Nya memang berat, namun hanya dengan merendahkan hati kita sedikit saja, maka ajaran itu akan terasa ringan untuk dilakoni. Dan dunia pun menjadi indah bersama-Nya. Amin.

Ditulis dalam sebuah permenungan pribadi,
Dikembangkan dari kotbah Romo Justinus OFM Cap.
Pada Minggu sore 18.00, 15 September 2010

Salam dan doa, Rini Giri

Minggu, 05 September 2010

MASIH JADI SINGLE FIGHTER? (pernah ada di Warta Klara)

MASIH JADI SINGLE FIGHTER?Oleh Rini Giri/ Antonius 3Sudah membaca SANDAL JEPIT GEREJA karya Anang YB, yang pernah dibuatkan resensi oleh saudara Panjikristo dan dimuat di Warta Klara beberapa minggu lalu? Saya sudah. Sangat terasa, saya menemukan teman seperjalanan setelah membacanya. Kebetulan suami saya juga ketua lingkungan. Seorang Anang YB yang masih sangat muda, siap melabeli diri sebagai sandal jepit kala menjabat sebagai ketua lingkungan di Paroki Arnoldus Bekasi..Menjadi ketua, dimanapun, bukankah harus menjadi yang paling siap untuk diinjak, agar yang lain tetap bisa berjalan. Begitu kira-kira pelajaran yang saya petik dari buku yang sangat laris itu. Tepat seperti ajaran Yesus. Yang terbesar adalah yang melayani. “Pemimpin yang besar adalah pemimpin yang mampu membesarkan orang-orang yang dipimpinnya!” Tulis Anang YB di akhir buku. Jadi bukan yang malah jadi besar sendirian diantara yang dipimpinnya ya?Ini mengingatkan saya pada dua peristiwa. Sejak dulu saya memang paling senang jadi seksi acara dalam suatu pagelaran atau perayaan. Meskipun baru di lingkup sekolah saat perpisahan, kampus saat malam inagurasi, RT saat HUT RI, dan lingkungan saat natalan. Peristiwa pertama, saat saya dipercaya menjadi koordinator seksi acara natalan di lingkungan. Saya menganggap anggota seksi hanya berfungsi membantu saja, maka susunan acara, materi acara, berikut pengisinya saya tentukan semua sendirian. Yang lain hanya saya mintai tolong untuk menyiapkan properti. Itupun saya yang merancang dan yang lain tinggal melaksanakan.Semua berjalan baik, meriah, dan semua orang tampak senang. “Siapa yang menyiapkan tari anak-anak dan dramanya?” Saya dengar seorang ibu bicara pada salah satu anggota seksi acara. “Bu Giri.” Jawab anggota seksi acara itu. Serta merta sang ibu mendekati saya dan mengucapkan selamat serta pujian. Wah, bangga luar biasa. Saya jadi terkenal. Namun sesampai di rumah, saya merasakan kekosongan luar biasa. Semua pujian dilontarkan pada saya, padahal sebenarnya tanpa bantuan ibu-ibu anggota seksi acara, anak-anak yang turut pentas, orangtua anak-anak yang pentas, dan hadirin yang apresiatif, acara itu tak akan berjalan.“Kamu over acting! Kamu sombong sekali! Kamu lupa pada dukungan ibu-ibu yang lain! Kamu jadi gede rasa atas segala pujian itu! Tanpa mereka kamu nol sama sekali!” Nurani saya terus-menerus menuduh dan membuat hati gelisah. Saya jadi kapok dipuji dan jadi pusat perhatian. Saya disanjung tapi merasa gagal!Peristiwa kedua, kala menjadi koordinator seksi acara dalam HUT RI tingkat RT. Saya berusaha memperbaiki diri di sini. Anggota seksi acara yang lain saya libatkan dalam menentukan susunan, materi, dan pengisi acara. Masing-masing punya tanggungjawab untuk melatih anak-anak. Saya mengkoordinir anak-anak, Bu A melatih baca puisi, Bu B melatih tari, Bu C melatih fashion show, dst. Pokoknya bagi-bagi tugas. Acara lancar dan meriah. Semua yang hadir juga tampak senang. Dengan sangat bangga saya katakan pada ibu-ibu yang menanyakan siapa yang melatih tari, “Oh, Bu B yang melatih.” Merekapun berbondong-bondong menyalami Bu B. Entahlah, saya tidak cemburu meskipun tak ada yang memuji saya. Saya malah merasa sangat lega, lengkap, dan penuh. Ini kerja tim dan kebanggaan yang diperoleh adalah milik bersama. Lebih berbobot dan berisi.Sungguh, ternyata sebagai seorang pemimpin, sekecil apapun kelompok yang dipimpin, lebih baik untuk memberdayakan orang-orang yang dipimpinnya daripada menjadi single fighter. Bekerja sendiri berarti belum bisa menjalin komunikasi dan kepercayaan pada yang dipimpin. Bisa bekerjasama dan membesarkan orang lain berarti orang-orang yang dipimpin benar-benar menaruh respek, kepercayaan, dan kepatuhan pada orang yang memimpinnya.Saya bisa dan berani menuliskan ini bukan karena saya sudah mahir soal kepemimpinan lho. Saya malah baru belajar. Justru ketika saya mengalami sebagai pemimpin kecil dan mendapatkan sentuhan dari buku Anang YB. Buku ini benar-benar inspiratif untuk dijadikan bahan referensi bagi para ketua lingkungan, calon ketua lingkungan, dan semua umat agar tidak keder untuk jadi ketua lingkungan. Tuhan memberkati.

Rabu, 01 September 2010

Anak-Anak pun Senang Mengenal Dia

ANAK-ANAK PUN SENANG MENGENAL DIA
Oleh Rini Giri


Malam itu Pastur akan mengunjungi umat. Anak-anak disuruh duduk bersila di depan altar. Katanya, agar lebih banyak mendapat berkat Tuhan. Orang-orang dewasa duduk di belakang. Rita kecil berdebar-debar hatinya. Itu adalah kesempatan pertamanya melihat Pastur dari jarak dekat. Ibunya selalu mengajak duduk di teras gereja jika misa, karena takut membuat kegaduhan kecil yang bisa mengganggu konsentrasi umat lain.
“Duduk yang manis ya, Anak-anak. Sebentar lagi Pastur datang. Selama misa, anak-anak harus tenang ya. Jangan ngobrol sendiri. Sebab saat berdoa, kita sedang bicara pada Tuhan. Jadi harus sungguh-sungguh.” Nasihat Bapak Ketua Lingkungan. Dengan masih sedikit bersuara, anak-anak mengangguk.
Tubuh Rita mungil, sehingga dia beberapa kali berdiri dan menoleh ke belakang untuk memastikan apakah Pastur sudah datang atau belum. Di belakangnya, duduk sederet anak lelaki bertubuh bongsor. Dia penasaran dengan warna kasula Pastur yang berubah-ubah itu. Hari ini Pastur pakai warna putih, merah, atau hijau ya?
“Rita, duduk! Nanti Pastur marah!” Hardik ibunya dari belakang. Rita mendengus kesal lantas duduk kembali. Ah, nyatanya Pastur itu tidak pemarah kok. Buktinya begitu datang, anak-anak disalami satu-persatu dengan senyum ramah.
Ketika Pastur sedang berkotbah, Rita tidak mengerti apa yang sedang dibicarakan Pastur. Dia lebih tertarik untuk membahas warna jubah pastur dengan Andin yang duduk di sebelahnya. Pastur di sekolahnya memakai jubah putih tapi kenapa yang datang ini pakai jubah coklat? Lagi-lagi ibunya menghardik,” Rita! Diam! Nanti Tuhan marah! Tidak diberkati kamu nanti!” Hardikan ini membuat Rita terdiam. Lantas melirik gambar Yesus yang terpasang di dinding. Tangan kanan Yesus yang sedikit terangkat seolah menegurnya agar tidak berisik. Sejak saat itu, Rita tidak mau lagi duduk di depan dalam kegiatan lingkungan. Dia takut Tuhan marah dan tidak mau memberkatinya lagi. Lebih baik dia duduk di belakang, sehingga jika berisik, Tuhan tidak mendengar.
Setelah beranjak dewasa dan mengenal Kitab Suci, barulah Rita mendapat jawaban pasti. Tuhan itu Maha Baik. Dia menjadikan bumi seisinya dalam keadaan prima hanya untuk diberikan gratis pada manusia. Apa ada kerelaan cuma-cuma sebesar itu kalau bukan dari Tuhan? Diapun selalu memberikan kesempatan kepada manusia untuk bertobat jika melakukan kesalahan. Meskipun bangsa Israel berkali-kali berpaling pada allah lain, namun dengan sabar Tuhan membimbing mereka sampai ke tanah terjanji. Bahkan dikirim-Nya nabi-nabi untuk memperingatkan mereka. Dan yang paling hebat lagi, Dia mengutus Putra-Nya Yang Tunggal untuk menderita sengsara demi penebusan dosa manusia. Ada cinta yang rela mengorbankan nyawanya demi sahabatnya, tapi apakah ada cinta lain yang rela mengorbankan nyawanya hanya untuk manusia yang pendosa dan tidak setia? Sungguh Tuhan itu baik, tidak menakutkan seperti yang selama ini dikenalnya.
“Sudah, Bu. Jangan dimarahi, nanti dia malah tidak mau ikut sekolah minggu lagi.” Tutur Rita pada seorang ibu yang menegur keras anaknya karena sedari tadi tidak mau duduk seperti teman yang lain. Gadis itu segera mengambil gambar Yesus yang sedang memberi makan limaribu orang dan memberikan pada anak itu supaya diwarnai. Tak apalah hari ini anak itu tidak mengikuti dinamika kelompok, yang penting dia tetap senang berada di tempat Bina Iman Anak itu.
Sungguh, Rita tidak ingin anak-anak mendapatkan gambaran yang menakutkan tentang Tuhan. Apalagi kalau hanya dipakai orang tua untuk menakut-nakuti anaknya agar menurut. Tuhan itu baik, sampai kapanpun sifat itu tidak akan berubah, dan Rita merasa punya hutang untuk mewartakan kabar gembira itu kepada anak-anak. Masa kecilnya dihantui gambaran Tuhan yang akan marah jika dia berisik dalam misa, tidak mau memberikan berkat jika dia ngobrol selama rosario, atau memotong lidah-tangan-kaki jika dia bicara buruk atau berbuat kenakalan. Dia tidak ingin anak-anak ketakutan seperti dirinya.
Rasa takut itu telah membuat imannya tidak bisa berkembang dengan baik. Dia melakukan segala kegiatan doa hanya karena takut. Bukan karena cinta-Nya pada Tuhan yang telah lebih dahulu mencintai dirinya. Bukankah hamba dengan satu talenta itu hanya menanam talentanya dalam tanah karena punya rasa takut luar biasa pada tuannya? Dia takut talentanya akan hilang dan akhirnya mendapat hukuman dari tuannya. Seandainya dia punya relasi yang baik dengan tuannya, pastilah dia akan lebih berani dan terbuka untuk melipatgandakan talentanya itu.
“Bang, Kitab Suci Untuk Anak-anak yang diceritakan kembali oleh Anne de Graaf itu harganya berapa ya?” Tanya Rita pada kakaknya yang menjadi staff marketing sebuah toko buku besar. Kakaknya hanya tersenyum. Mungkin perlu waktu dua bulan untuk menyisihkan uang jajan guna mendapatkan buku itu.
Menurut Rita, anak-anak juga harus mengenal kebaikan Tuhan secara benar sedari kecil. Satu-satunya cara adalah mendengarkan Sabda Tuhan supaya lebih mengenal Yesus. Sebab Yesus bersabda, barangsiapa mengenal Aku maka dia menganal Bapa yang mengutus Aku. Mereka akan kesulitan jika harus membaca Alkitab atau mendengar kotbah pastur di gereja. Satu-satunya sarana adalah cerita-cerita Kitab Suci dengan bahasa dan visualisasi yang mudah dimengerti anak-anak.
“Nih, bukunya.” Ujar kakaknya sambil menyerahkan sebuah buku tebal bersampul biru kelabu dengan gambar Yesus sedang memberkati anak-anak.
“Aku harus bayar berapa, Bang?” tanya Rita. Betapa gembira hati Rita menerima buku impiannya itu.
“Udah, nggak usah. Aku senang kok. Cuma itu yang bisa kuberikan. Aku salut pada orang-orang muda sepertimu yang peduli pada perkembangan iman anak-anak.” Rita tersipu.
Dalam pertemuan BIA, Rita menunjukkan buku baru itu pada anak-anak. Mereka sangat antusias ketika gadis itu mulai membuka halaman pertama dan mengisahkan Allah Menciptakan Semuanya Baik.
“Lihatlah gambar pohon-pohon, rumput, bunga, binatang di darat, ikan di laut, burung di udara, dan air jernih ini. Semua diciptakan untuk kita. Betapa baik Tuhan pada kita. Kitapun harus merawat dan memelihara ciptaan Tuhan ini sebagai tanda syukur kita.”
Rita berjanji akan menceritakan halaman berikutnya dalam pertemuan mendatang. Halaman demi halaman, hingga yang terakhir Dunia Baru Milik Allah. Dia bersyukur, dengan membacakan Sabda Tuhan berarti dia lebih mendengar-Nya. Mengajar mereka, berarti juga mengajar diri-sendiri. Dengan mengajarkan kebaikan Allah, kebaikan-Nya itu semakin nyata. Anak-anakpun senang mengenal Dia.

Minggu, 29 Agustus 2010

MENGENAL KITAB SUCI SEJAK DINI (pernah ada di Warta Klara)

MENCINTAI SABDA-NYA SEJAK KECIL
Oleh Rini Giri


Ayah dan Ibu saya dulu bukan Katolik. Suatu berkah istimewa jika akhirnya mereka menikah di Gereja Katolik. Tapi, kekatolikan yang diturunkan pada saya sangat minim. Bahkan saya baru mulai sering mendengar sabda Tuhan setelah SMA dan kuliah, dari para pembimbing retret. Dan setelah dewasa, barulah saya tergerak untuk lebih banyak belajar. Seperti rusa di padang tandus yang rindu akan air.
Mengenal dan mencintai sabda-Nya sangat penting. Sebab sabda Tuhan adalah kebenaran dan hidup. Pegangan kita. Maka saya sebagai seorang ibu, tidak ingin anak-anak saya memiliki nasib serupa dengan saya. Menjadi Katolik sejak lahir bahkan dibabtis ketika umur baru beberapa bulan, namun malang, hanya sedikit sabda Tuhan yang sampai ke telinga saya.
“Ibu, tadi di sekolah, Bu Guru Agama nanyain : Nabi Musa waktu bayi dibuang ke sungai mana? Nggak ada satupun temanku yang tau! Lalu aku bilang : Sungai Nil. Bu Guru nanya : kok kamu tau? Lalu aku bilang : kan Ibu saya udah ceritain ke saya.” Tutur anakku saat kelas 1 SD. Puji Tuhan. Saya memang menceritakan tokoh-tokoh Alkitab sebelum mereka tidur.
Ketika anak saya batita, di bawah tiga tahun, saya hanya memperlihatkan gambar-gambar sambil menceritakan sedikit intinya dengan kata-kata sendiri. Lalu mereka jadi mengenal tokoh hanya dengan melihat gambar. Kalau melihat orang dengan kapal besar dan banyak binatang, mereka jadi tahu,”Itu Nabi Nuh!”
Ketia anak saya balita, saat TK, saya mulai memperkenalkan tokoh dan peristiwa. Masih menggunakan gambar namun disertai narasi singkat dengan kata-kata yang mudah dipahami anak. Mereka mulai tahu, gambar malaikat dan gadis itu adalah Malaikat Gabriel dan Maria. Maria menerima kabar gembira dari Allah yang disampaikan Malaikat Gabriel. Dia akan mengandung dan melahirkan Yesus.
Ketika anak saya mulai masuk SD, sayapun mulai bertanya, “Dari tokoh Alkitab itu, apa yang bisa kita contoh, atau apa yang tidak boleh kita tiru?” Alkitab menguak kebenaran dan tidak menutupi kesalahan. Sangat jujur dan berimbang. Misalnya tentang Kain dan Habel. Yang layak ditiru adalah ketulusan Habel dalam memberikan persembahan pada Tuhan. Yang tidak boleh ditiru adalah sifat iri Kain pada adiknya.
Ketika anak saya mulai lancar membaca dan bisa paham apa yang dibaca, diapun membaca buku Alkitab untuk anak-anak. Kadang dia dengan bangga mengatakan,”Bu, aku udah sampai di Zakeus!” Lalu kamipun menggosipkan Zakeus. Misalnya, “Kok Zakeus mau ya memberikan hartanya buat orang miskin?” Anak sayapun nyeletuk,”Kan udah tobat.” O, iya, ya. Lalu lagu Zakeus Orang Pendek pun kami dendangkan. Lagu ini memudahkannya untuk mengenang peristiwa Zakeus.
Ketika anak saya makin besar, diapun mulai berkenalan dengan Alkitab yang diterjemahkan langsung dari aslinya. Alkitab dengan tanda panduan untuk tiap kitab adalah pilihan saya. Sehingga mudah mencari posisi suatu kitab. Anak sayapun mulai belajar cara membuka Alkitab. Misalnya mencari Injil Matius 5: 13-16. “Cari tanda MAT, buka, setelah itu temukan angka besar 5, baru kemudian angka kecil 13 sampaidengan 16.” Setelah ketemu, saya akan bertanya,”Apa judulnya?” Diapun menjawab,”Garam dunia dan terang dunia.” Hebat! Puji saya.
Lomba baca Alkitab BIA dan BIR, yang diadakan di Kapel Asri tanggal 6 dan 13 September 2009, oleh ibu-ibu WP, dalam rangka HUT Klara ke-11, juga bisa menambah rasa cinta anak-anak pada Sabda Tuhan. Merekapun punya pengalaman tampil di depan umat. Apalagi setelah selesai, ada tambahan dari Dewan Juri (Pak Ernest Maryanto) tentang tips menjadi lektor yang baik. Anak saya jadi ketagihan. “Adain lomba baca Alkitab di lingkungan dong, Bu.” Puji Tuhan.